Kamis, 13 April 2017

Rizki & Anas

Memang benar pada usia-usia labil, remaja sangat rentan terhadap tindakan-tindakan yang  acapkali penuh drama, tak rasional dan agresif tanpa alasan yang jelas. Dan ini pernah terjadi kepada Rizki dan Anas. Kembali ketika masih mengenyam pendidikan sebagai siswa SMA negeri disalah satu daerah kota Tuban Jawa Timur.
Pada saat itu Rizki dan Anas telah sepakat untuk berangkat bersama ke kota sebelah untuk membeli beberapa buku latihan-latihan soal persiapan UN. Setelah pulang sekolah, merekapun yang berangkat tanpa berpamitan kepada kedua orang tua langsung meroket ke tempat tujuan. Dengan masih mengenakan seragam lengkap (putih abu-abu) mereka mengendarai motor bebek berboncengan, menuju ke kota tersebut. Tanpa membawa SIM, STNK dan Kartu Pelajar, kurang lebih sekitar dua puluh menitan mereka telah tiba ditujuan.



Setelah mendapatkan apa yang dicari,
Rizki dan Anas berniat untuk bersinggah dulu di kota tersebut. Anas yang pada waktu itu berperan sebagai masinis motor bebek terus melaju mencari tempat yang asik untuk nongkrong santai. Merekapun pun terus melaju pelan hingga terhenti disatu lampu merah yang berada didepan salah satu SMA kota tersebut. Yang kebetulan juga di SMA itu tengah ramai dipadati siswa-siswa yang akan beranjak pulang.


Antrian lampu merah yang tadinya sepi, kini mendadak ramai dipadati siswa SMA tersebut. Pada waktu itu
Rizki dan Anas diapit oleh dua siswa, sebelah kanan adalah siswa laki-laki sementara sebelah kiri mereka adalah siswa perempuan SMA tersebut. Bisa digambarkan pada waktu, Anas terlihat banyak menghabiskan pandangannya kesebelah kiri dan Rizki pun paham mengapa Anas demikian. 


Siswa perempuan tersebut memiliki deskripsi seperti ini ; dia lumayan tinggi, berkulit kuning langsat, berjilbab, memakai kaca mata, dan memiliki nilai face 8 dari angka 1 sampai 9. Lampu kuning telah menyala dan setiap kendaraan bersiap untuk melaju, hingga lampu hijaupun datang. Semua kendaraan pun berjalan begitupun Rizki dan Anas, Rizki yang dengan santai memainkan ponsel menunggu masinisnya menemukan tempat yang pas buat mereka tongkrongi. Lima menit berlalu, sepuluh  menit berlalu hingga dua puluh menit numpang permisi untuk sekedar lewat. Sepertinya ada yang aneh menurut Rizki pada waktu itu, dalam fikiran Rizki; lama banget sekedar nyari tempat buat nongkrong.

Rizki coba untuk berdiskusi dengan anas.


"Nas ..., emang mau kemana lama banget. Lo tau tempat yang asik yak?"


Anas hanya diam tak menjawab dan terlihat dia hanya tersenyum fokus kedepan.
Rizki coba mencari apa sih yang sedang diperhatikan oleh Anas, namun yang Rizki temukan hanya sebuah kendaraan yang berada di depannya. Sebuah motor skutermatik yang dikendarai oleh seorang perempuan yang kelihatannya siswa SMA, terlihat dari pakaiannya putih abu-abu. Pada waktu itu Rizki memilih cuek dengan keadaan tersebut akan tetapi tunggu dulu sepertinya Rizki kenal dengan kendaraan tersebut, dia adalah siswa perempuan lampu merah yang berada di sebelah tadi.


"Anjing ... daritadi lo buntutin dia ya ?! Tanya
Rizki ke Anas.


Anas hanya tertawa cengengesan mendengar pertanyaan
Rizki tadi. Karena sudah terlanjur, Rizki pun ikut menikmati suasana yang dibilang agak-agak membuntuti siswa perempuan tadi. Ketika siswa tadi belok ke kiri, mereka pun ikut ke kiri, ketika berhenti Rizki dan Anas pun ikut berhenti. Tak berselang lama sepertinya siswa tersebut mulai sadar bahwa ia sedang dibuntuti, siswa tersebut mulai menggunakan turbo motornya dan melaju dengan kencang. Pada waktu itu terlihat spedo motor yang Rizki dan Anas tumpangi sampai pada angka 90 km/jam untuk membuntuti siswa tersebut angka kecepatan yang cukup fantastis untuk sekedar seorang siswa perempuan. Rizki dan Anas yang cengengesan girang karena melihat siswa tersebut mulai panik terus membuntuti hingga akhirnya siswa perempuan itu masuk kedalam sebuah gang perkampungan, Rizki dan Anas pun dengan perlahan mencari siswa tadi yang tiba-tiba telah hilang entah kemana. Setelah mencari dengan perlahan terlihat motor skutermatik siswa tersebut terparkir disebuah rumah.


Mereka pun berhenti tepat di depan rumah tersebut Anas berbicara kepada
Rizki , kalau dia berniat masuk ke rumah itu dan bertamu. Anas yang mulai turun dari motor bebeknya bersiap melangkah masuk ke dalam rumah itu akan tetapi baru sampai tiga langkah, seorang bapak-bapak kekar beringas keluar dari rumah tersebut sambil membawa parang yang kelihatannya merekalah target dari parang yang bapak tadi bawa.


Anjing ... ucap
Rizki pada waktu kaget. Segera Rizki hidupkan mesin motor sambil berteriak.
"Cepet naik kalo lo mau masih hidup nas !!".



Rizki pun tancap gas pergi dari tempat tersebut, Rizki coba melihat kebelakang dari kaca spion terlihat bapak-bapak tadi masih berusaha mengejar. Dan untungnya mereka bisa keluar dari perkampungan tersebut dan lepas dari bapak-bapak tadi. Rizki dan Anas kembali ke kawasan kota dan berhenti disebuah jembatan yang ramai dengan orang-orang berlalu lalang.

"Sialan lo nas bikin gw jantungan".


"Haha ... inilah yang namanya memperjuangkan pada cinta pandangan pertama broo".


"Cinta sih cinta, tapi nggak harus pake mertaruhin nyawa kali. Parang tau nggak lho !".Ucap
Rizki kesal.

Setelah mendengar ucapan
Rizki barusan Anas kemudian memanjat sebuah gapura jembatan tersebut sambil berteriak.

"Begitulah cinta, penderitaannya tiada pernah berakhir broo !!".


Saus tar-tar, hardik
Rizki dalam hati karena pada waktu itu orang-orang yang tadi berlalu lalang berhenti melihat Anas yang berada di atas gapura dan berteriak teriak aneh. Setelah turun , Anas terlihat pucat dengan memegangi daerah terlarangnya. Ketika ditanya menapa dia bertingkah seperti itu, Anas menjawab kalau dia sedang sangat menderita menahan ingin buang air kecil. Rizki dan Anas mulai sibuk mencari toilet terdekat, karena kali ini Rizki juga ikut-ikutan ingin buang air kecil. Setelah kesana kemari percaya atau tidak, tidak ada satupun toliet yang terlihat. Dan pada waktu itu hanya terlihat satu rumah gedongan yang dilihat dari ukiran-ukirannya adalah rumah milik salah satu etnis di Indonesia. Karena mulai terdesak mereka pun bespekulasi dengan nyelonong masuk kedalam rumah tersebut yang kebetulan pagar terbuka dengan pos satpam penjaga tengah kosong.

Mereka pun mulai mencari kesana kemari, masuk ruang ini ruang itu dan tak juga menemukan ruangan yang biasa disebut toilet. Hingga
Rizki dan Anas tiba disalah satu ruangan yang penuh dengan dupa dan sesajian makanan, tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan.

"Woyy ngapain kalian disitu, maling ya ?!".


Dan ternyata dia adalah satpam penjaga rumah tersebut. Mereka pun berlari menuju pagar keluar rumah tersebut. Setelah berhasil keluar,
Rizki dan Anas yang sudah tak tahan buang air kecil hanya memiliki dua pilihan; buang air kecil dicelana atau buang air kecil di jembatan yang ramai dengan orang berlalu lalang tadi. Dan mereka dengan terpaksa untuk menjatuhkan dipilihan nomor dua; buang air kecil di jembatan tadi.

Sialan, putus sudah urat kemaluan kami hardik
Rizki dalam hati.
Setelah mengalami dua kesialan berurutan, ketika hendak pulang tiba-tiba mereka diberhentikan oleh seorang pak polisi di sebuah perempatan perbatasan kota tersebut. Pak polisi tersebut tentunya menanyakan kelengkapan-kelengkapan surat kepada
Rizki. Dengan pasrah Rizki yang kini menjadi masinis motor mejawab kalau dia sedang lupa tidak membawa SIM dan STNK motor. Dan ya ... bisa ditebak oknum pak polisi tersebut meminta uang damai senilai seratus ribu rupiah.

Dengan memelas Rizki mohon kepada oknum polisi tadi untuk merelakannya pergi pulang. Karena situasi yang berbelit belit dan nampak oknum polisi tadi yang enggan melepaskan, dengan terpaksa Rizki dan Anas menawarkan buku yang telah mereka beli tadi. Kali ini oknum polisi tersebut setuju dengan tawaran itu, dan mereka dibolehkan untuk melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan Rizki dan Anas hanya tak habis fikir dengan kesialan yang mereka alami.

Pukul 21:45 WIB,
Rizki dan Anas telah tiba di rumah masing-masing. Baru tiba di depan pintu dan telah mengucapkan salam terlihat bapak dan ibu Rizki tengah berdiri melotot sambil menjawab salam. Ya ... tausyiah pun dimulai alias omelan datang bertubi-tubi. Inti dari tausyiah tersebut adalah, kenapa bepergian jauh tanpa ngasih kabar dan pamitan dan dari kejadian-kejadian aneh tersebut Rizki menyimpulkan, restu atau izin dari orang tua sangat sangatlah penting dan memang benar adanya bahwa restu orang tua adalah restu Tuhan. Sudah capek-capek pergi jauh, hampir diparang orang, dikejar satpam, urat kemaluan yang putus, kena tilang dan buku yang tadinya tujuan utama mereka harus dijadikan pengganti uang damai. SIAL ...

0 komentar:

Posting Komentar

 
rizkiafiatdotkom Blogger Template by Ipietoon Blogger Template