Memang benar pada usia-usia labil, remaja sangat rentan terhadap
tindakan-tindakan yang acapkali penuh drama, tak rasional dan agresif
tanpa alasan yang jelas. Dan ini pernah terjadi kepada Rizki dan
Anas. Kembali ketika masih mengenyam pendidikan sebagai siswa SMA negeri
disalah satu daerah kota Tuban Jawa Timur.
Pada saat itu Rizki dan Anas telah sepakat untuk berangkat bersama ke
kota sebelah untuk membeli beberapa buku latihan-latihan soal persiapan
UN. Setelah pulang sekolah, merekapun yang berangkat tanpa berpamitan
kepada kedua orang tua langsung meroket ke tempat tujuan. Dengan masih
mengenakan seragam lengkap (putih abu-abu) mereka mengendarai motor
bebek berboncengan, menuju ke kota tersebut. Tanpa membawa SIM, STNK dan
Kartu Pelajar, kurang lebih sekitar dua puluh menitan mereka telah tiba
ditujuan.
Setelah mendapatkan apa yang dicari, Rizki dan Anas berniat untuk
bersinggah dulu di kota tersebut. Anas yang pada waktu itu berperan
sebagai masinis motor bebek terus melaju mencari tempat yang asik untuk
nongkrong santai. Merekapun pun terus melaju pelan hingga terhenti disatu
lampu merah yang berada didepan salah satu SMA kota tersebut. Yang
kebetulan juga di SMA itu tengah ramai dipadati siswa-siswa yang akan
beranjak pulang.
Antrian lampu merah yang tadinya sepi, kini mendadak ramai dipadati
siswa SMA tersebut. Pada waktu itu Rizki dan Anas diapit oleh dua siswa,
sebelah kanan adalah siswa laki-laki sementara sebelah kiri mereka
adalah siswa perempuan SMA tersebut. Bisa digambarkan pada waktu, Anas
terlihat banyak menghabiskan pandangannya kesebelah kiri dan Rizki pun
paham mengapa Anas demikian.
Siswa perempuan tersebut memiliki deskripsi
seperti ini ; dia lumayan tinggi, berkulit kuning langsat, berjilbab,
memakai kaca mata, dan memiliki nilai face 8 dari angka 1 sampai 9. Lampu
kuning telah menyala dan setiap kendaraan bersiap untuk melaju, hingga
lampu hijaupun datang. Semua kendaraan pun berjalan begitupun Rizki dan
Anas, Rizki yang dengan santai memainkan ponsel menunggu masinisnya
menemukan tempat yang pas buat mereka tongkrongi. Lima menit berlalu,
sepuluh menit berlalu hingga dua puluh menit numpang permisi untuk
sekedar lewat. Sepertinya ada yang aneh menurut Rizki pada waktu itu,
dalam fikiran Rizki; lama banget sekedar nyari tempat buat nongkrong.
Rizki coba untuk berdiskusi dengan anas.
"Nas ..., emang mau kemana lama banget. Lo tau tempat yang asik yak?"
Anas hanya diam tak menjawab dan terlihat dia hanya tersenyum fokus
kedepan. Rizki coba mencari apa sih yang sedang diperhatikan oleh Anas,
namun yang Rizki temukan hanya sebuah kendaraan yang berada di
depannya. Sebuah motor skutermatik yang dikendarai oleh seorang perempuan
yang kelihatannya siswa SMA, terlihat dari pakaiannya putih
abu-abu. Pada waktu itu Rizki memilih cuek dengan keadaan tersebut akan
tetapi tunggu dulu sepertinya Rizki kenal dengan kendaraan tersebut, dia
adalah siswa perempuan lampu merah yang berada di sebelah tadi.
"Anjing ... daritadi lo buntutin dia ya ?! Tanya Rizki ke Anas.
Anas hanya tertawa cengengesan mendengar pertanyaan Rizki tadi. Karena
sudah terlanjur, Rizki pun ikut menikmati suasana yang dibilang agak-agak
membuntuti siswa perempuan tadi. Ketika siswa tadi belok ke kiri, mereka
pun ikut ke kiri, ketika berhenti Rizki dan Anas pun ikut berhenti. Tak
berselang lama sepertinya siswa tersebut mulai sadar bahwa ia sedang
dibuntuti, siswa tersebut mulai menggunakan turbo motornya dan melaju
dengan kencang. Pada waktu itu terlihat spedo motor yang Rizki dan Anas
tumpangi sampai pada angka 90 km/jam untuk membuntuti siswa tersebut
angka kecepatan yang cukup fantastis untuk sekedar seorang siswa
perempuan. Rizki dan Anas yang cengengesan girang karena melihat siswa
tersebut mulai panik terus membuntuti hingga akhirnya siswa perempuan
itu masuk kedalam sebuah gang perkampungan, Rizki dan Anas pun dengan
perlahan mencari siswa tadi yang tiba-tiba telah hilang entah
kemana. Setelah mencari dengan perlahan terlihat motor skutermatik siswa
tersebut terparkir disebuah rumah.
Mereka pun berhenti tepat di depan rumah tersebut Anas berbicara kepada Rizki , kalau dia berniat masuk ke rumah itu dan bertamu. Anas yang mulai
turun dari motor bebeknya bersiap melangkah masuk ke dalam rumah itu
akan tetapi baru sampai tiga langkah, seorang bapak-bapak kekar beringas
keluar dari rumah tersebut sambil membawa parang yang kelihatannya
merekalah target dari parang yang bapak tadi bawa.
Anjing ... ucap Rizki pada waktu kaget. Segera Rizki hidupkan mesin motor sambil berteriak.
"Cepet naik kalo lo mau masih hidup nas !!".
Rizki pun tancap gas pergi dari tempat tersebut, Rizki coba melihat
kebelakang dari kaca spion terlihat bapak-bapak tadi masih berusaha
mengejar. Dan untungnya mereka bisa keluar dari perkampungan tersebut dan
lepas dari bapak-bapak tadi. Rizki dan Anas kembali ke kawasan kota dan
berhenti disebuah jembatan yang ramai dengan orang-orang berlalu lalang.
"Sialan lo nas bikin gw jantungan".
"Haha ... inilah yang namanya memperjuangkan pada cinta pandangan pertama broo".
"Cinta sih cinta, tapi nggak harus pake mertaruhin nyawa kali. Parang tau nggak lho !".Ucap Rizki kesal.
Setelah mendengar ucapan Rizki barusan Anas kemudian memanjat sebuah gapura jembatan tersebut sambil berteriak.
"Begitulah cinta, penderitaannya tiada pernah berakhir broo !!".
Saus tar-tar, hardik Rizki dalam hati karena pada waktu itu orang-orang
yang tadi berlalu lalang berhenti melihat Anas yang berada di atas
gapura dan berteriak teriak aneh. Setelah turun , Anas terlihat pucat
dengan memegangi daerah terlarangnya. Ketika ditanya menapa dia
bertingkah seperti itu, Anas menjawab kalau dia sedang sangat menderita
menahan ingin buang air kecil. Rizki dan Anas mulai sibuk mencari toilet
terdekat, karena kali ini Rizki juga ikut-ikutan ingin buang air
kecil. Setelah kesana kemari percaya atau tidak, tidak ada satupun toliet
yang terlihat. Dan pada waktu itu hanya terlihat satu rumah gedongan
yang dilihat dari ukiran-ukirannya adalah rumah milik salah satu etnis
di Indonesia. Karena mulai terdesak mereka pun bespekulasi dengan
nyelonong masuk kedalam rumah tersebut yang kebetulan pagar terbuka
dengan pos satpam penjaga tengah kosong.
Mereka pun mulai mencari kesana kemari, masuk ruang ini ruang itu dan
tak juga menemukan ruangan yang biasa disebut toilet. Hingga Rizki dan
Anas tiba disalah satu ruangan yang penuh dengan dupa dan sesajian
makanan, tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan.
"Woyy ngapain kalian disitu, maling ya ?!".
Dan ternyata dia adalah satpam penjaga rumah tersebut. Mereka pun berlari
menuju pagar keluar rumah tersebut. Setelah berhasil keluar, Rizki dan
Anas yang sudah tak tahan buang air kecil hanya memiliki dua pilihan;
buang air kecil dicelana atau buang air kecil di jembatan yang ramai
dengan orang berlalu lalang tadi. Dan mereka dengan terpaksa untuk
menjatuhkan dipilihan nomor dua; buang air kecil di jembatan tadi.
Sialan, putus sudah urat kemaluan kami hardik Rizki dalam hati.
Setelah mengalami dua kesialan berurutan, ketika hendak pulang tiba-tiba
mereka diberhentikan oleh seorang pak polisi di sebuah perempatan
perbatasan kota tersebut. Pak polisi tersebut tentunya menanyakan
kelengkapan-kelengkapan surat kepada Rizki. Dengan pasrah Rizki yang kini
menjadi masinis motor mejawab kalau dia sedang lupa tidak membawa SIM
dan STNK motor. Dan ya ... bisa ditebak oknum pak polisi tersebut meminta
uang damai senilai seratus ribu rupiah.
Dengan memelas Rizki mohon kepada
oknum polisi tadi untuk merelakannya pergi pulang. Karena situasi yang
berbelit belit dan nampak oknum polisi tadi yang enggan melepaskan,
dengan terpaksa Rizki dan Anas menawarkan buku yang telah mereka beli
tadi. Kali ini oknum polisi tersebut setuju dengan tawaran itu, dan
mereka dibolehkan untuk melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan Rizki dan
Anas hanya tak habis fikir dengan kesialan yang mereka alami.
Pukul 21:45 WIB, Rizki dan Anas telah tiba di rumah masing-masing. Baru
tiba di depan pintu dan telah mengucapkan salam terlihat bapak dan ibu Rizki tengah berdiri melotot sambil menjawab salam. Ya ... tausyiah pun
dimulai alias omelan datang bertubi-tubi. Inti dari tausyiah tersebut
adalah, kenapa bepergian jauh tanpa ngasih kabar dan pamitan dan dari
kejadian-kejadian aneh tersebut Rizki menyimpulkan, restu atau izin dari
orang tua sangat sangatlah penting dan memang benar adanya bahwa restu
orang tua adalah restu Tuhan. Sudah capek-capek pergi jauh,
hampir diparang orang, dikejar satpam, urat kemaluan yang putus, kena
tilang dan buku yang tadinya tujuan utama mereka harus dijadikan
pengganti uang damai. SIAL ...
Kamis, 13 April 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar